Sabtu, 26 Januari 2008

Identitas Indonesia yang Terlupakan

Oleh : ANDREAS MARYOTO
Orang dengan mudah mengingat Kosta Rika sebagai Negeri Pisang. Belanda tenar dengan sebutan Negeri Bunga Tulip. Orang Selandia Baru senang apabila disebut berasal dari Negeri Kiwi. Jepang masyhur dengan Negeri Sakura. Sebenarnya Indonesia memiliki identitas yang tidak kalah hebat, tetapi telah lama dilupakan.
Seorang kenalan yang berkewarganegaraan Belanda mengingatkan kepada saya tentang kelemahan orang Indonesia yang mudah melupakan sejarahnya sehingga tidak memiliki orientasi yang jelas. Padahal, orang atau bangsa yang percaya diri selalu memahami sejarahnya.
Kenalan saya itu kemudian bercerita panjang lebar tentang negara-negara yang maju. Kemajuan tercapai karena warga negara-negara itu memiliki kebanggaan nasional yang terbentuk dari sejarah panjang negerinya. Ia terus bertutur tentang kebanggaan nasional yang tidak harus berupa kemajuan teknologi yang jauh di atas awang-awang.
Di negeri kecil seperti Selandia Baru, mulai dari pejabat, artis, hingga orang kebanyakan merasa bangga dengan sebutan Negeri Kiwi. Di dalam pesawat terbang, promosi buah kiwi pun selalu diselipkan. Identitas itu begitu kuat sehingga memunculkan kebanggaan bagi warga negaranya.
Cerita lainnya tentang Kosta Rika, negeri kecil di Amerika Latin. Pertanian dan industri pisang telah menjadi penghasil devisa negara ini. Dalam setahun setidaknya terdapat ekspor 90 juta boks pisang. Pengembangan komoditas ini menjadikan Kosta Rika, yang semula produsen pisang nomor dua, kini menjadi nomor satu setelah mengalahkan kemampuan Ekuador.
Lalu, bagaimana dengan Indonesia? Semula saya menduga identitas Indonesia lebih cocok dengan tanaman padi. Paling tidak, sejak kanak-kanak kita dengan mudah menemukan tanaman padi tidak jauh dari rumah. Murid-murid sekolah dengan mudah melihat padi dan kapas pada lambang negara.
Ungkapan kemakmuran yang diucapkan pejabat juga terkait dengan pertanian tanaman padi sehingga memunculkan citra di dalam benak bahwa negeri ini adalah negeri tanaman padi. Akan tetapi, identitas ini tidak mewakili citra seluruh negeri ini. Tanaman padi hanya ditemukan di wilayah tertentu di Sumatera, Jawa, dan sebagian kecil Sulawesi bagian selatan.
Persoalan pemilihan identitas bangsa mudah memunculkan perdebatan. Paling mendasar, sejauh mana identitas itu mewakili pandangan semua pihak yang hidup di sebuah negara. Untuk hal yang satu ini, Indonesia memang mengalami kesulitan karena negeri kepulauan dengan berbagai variasi, mulai dari bahasa, suku, hingga adat yang bermacam-macam.
Akan tetapi, pelajaran yang paling berharga yang diberikan para pendiri bangsa ini adalah ketika para Bapak Bangsa memilih bahasa Melayu sebagai bahasa Indonesia. Pilihan ini, meski tidak mewakili kelompok pengguna bahasa terbesar di negeri ini, diterima oleh semua pihak. Sebagai gambaran, saat itu penggunaan bahasa Melayu hanya sekitar delapan juta orang, sedangkan bahasa Jawa mencapai 40 juta orang.
Pilihan para Bapak Bangsa negeri ini sungguh tepat. Bahasa Melayu, meski jumlah penuturnya kecil, karena telah lama dipakai sebagai bahasa perhubungan, digunakan di berbagai wilayah mulai dari Sumatera hingga pulau-pulau kecil di Indonesia bagian timur.
Kita bisa membayangkan apabila bahasa Jawa digunakan sebagai bahasa nasional, kita akan menemui kesulitan. Hal itu terjadi karena bahasa Jawa memiliki tingkatan-tingkatan dan jumlah penuturnya tidak tersebar di berbagai tempat sehingga sulit diterima semua pihak.
Negeri rempah-rempah Kembali ke persoalan komoditas pertanian sebagai identitas bangsa, kita telah melupakan bahwa negeri ini dikenal sebagai negeri rempah-rempah (spice island). Identitas negeri ini lebih tepat disebut sebagai negeri rempah-rempah karena kita mudah menemukan komoditas ini di berbagai tempat dari Sabang sampai Merauke dibandingkan, misalnya, dengan padi yang mayoritas hanya dihasilkan di Pulau Jawa.
Rempah-rempah yang terdiri, antara lain, dari jahe, lada, cengkeh, pala, kunyit, dan kayu manis mudah ditemukan di berbagai tempat di negeri ini. Dari data Statistik Perdagangan Internasional (ITC), Indonesia juga pantas disebut sebagai negeri rempah-rempah.
Pada tahun 2000 Indonesia merupakan eksportir rempah-rempah nomor satu di dunia dengan nilai ekspor 317 juta dollar AS meski pada tahun 2004 jatuh menjadi nomor tiga dengan nilai 165 juta dollar AS di bawah China dan India.
Rempah-rempah pula yang telah mengubah dunia ketika bangsa Barat mulai berlayar ke Timur untuk mencari negeri asal rempah-rempah. Orang Eropa pada abad ke-16 menjelajah samudra dan harus berperang karena mencari sumber rempah-rempah. Mereka meninggalkan negerinya hingga ribuan kilometer untuk menemukan negeri yang menjadi pemasok rempah-rempah.
Dalam sebuah situs internet disebutkan, bangsa Eropa mulai tertarik kepada Nusantara terutama karena wilayah itu menghasilkan rempah-rempah. Bagi bangsa Eropa, rempah-rempah bukan sekadar rasa, tetapi juga merupakan kebutuhan untuk penghangat tubuh saat musim dingin dan mereka harus mengawetkan daging dengan menggunakan garam dan rempah-rempah.
Bangsa Eropa pertama yang datang ke Nusantara adalah Portugis. Tujuan utamanya adalah untuk mendapatkan kepulauan rempah-rempah.
Tahun 1511 orang Portugis di bawah pimpinan Alfonso de Albuquerque menaklukkan Malaka yang merupakan pelabuhan rempah-rempah yang penting. Mereka kemudian menuju bagian timur Nusantara, seperti Ternate, yang merupakan sumber utama rempah-rempah.
Pada pertengahan abad ke-16, Portugis mulai memindahkan ketertarikan mereka dari kepulauan rempah-rempah ke tempat-tempat lain di Asia, Amerika Latin, dan Afrika, sementara negara-negara Eropa lainnya, seperti Spanyol, Belanda, dan Inggris, mengirimkan kapal-kapal ke wilayah Nusantara.
Jati diri Kembali ke cerita kenalan saya di atas, ia mengatakan, seharusnya bangsa Indonesia bangga dengan identitas negeri rempah-rempah. Semua kalangan, mulai dari presiden, seniman, artis, hingga masyarakat biasa, harus mempromosikan komoditas ini. Maskapai penerbangan paling efektif digunakan untuk media promosi.
Kemudian, penelitian secara ilmiah dilakukan untuk menunjang promosi rempah-rempah. Pembuatan produk dengan bahan baku rempah dan berbagai aksesori dengan tema rempah-rempah akan makin mengangkat citra negeri ini, di samping mengembalikan Indonesia menjadi eksportir rempah nomor satu di dunia.
Jadi, agak aneh kalau lambang kementerian pariwisata malah memunculkan gambar candi yang sebenarnya tidak mewakili citra seluruh negeri ini. Lambang pala atau cengkeh mungkin lebih tepat untuk identitas negeri ini.
Apabila identitas negeri rempah-rempah itu tidak segera dikembalikan, jangan heran jika suatu saat sebutan negeri rempah-rempah diambil negara lain, seperti Thailand yang terkenal dengan makanan beraroma rempah atau Jamaika dan Grenada yang juga mulai dikenal sebagai negeri rempah-rempah.
Di tengah proses pencarian identitas keindonesiaan, sebutan negeri rempah-rempah akan mempertebal identitas warga negara Indonesia. Sebutan negeri rempah-rempah akan menjadikan warga negara Indonesia memiliki identitas yang jelas.

millis jalansutra

Adakah yang tahu lebih lanjut tentang beras merah-putih RI-1? Beras ini berhasil "dibangkitkan dari kubur" oleh ahli pertanian kita. Ditemukan di reruntuhan candi abad ke-7, "fosil" beras merah-putih ini berhasil dibudidayakan dan kini mulai disebar ke penjuru Indonesia.
Kalau ada yang punya gambar bulir padinya, mohon kontak saya via japri. Ini adalah warisan langka, identitas kuliner Indonesia paling luar biasa.
Beritanya di bawah:
http://www.tempointeraktif.com/hg/nusa/jawamadura/2006/08/13/brk,2006... id.html
Varietas Beras Merah-Putih RI-1 Minggu, 13 Agustus 2006 19:13 WIB
TEMPO Interaktif, Yogyakarta: Di bawah terik matahari siang tadi, sekitar seribu orang memohon doa di alun-alun utara Keraton Yogyakarta. Peluh membasahi baju, kaus, serta topi mereka. Ada petani, buruh bangunan, buruh pabrik, aktivis, serta dosen.
Mereka menengadah untuk kebangkitan Indonesia dengan mengamini lafal yang dipujikan Kiai Haji Nawawi dari Bantul dan Kiai Haji Khudori asal Magelang.
Prof. Dr. Damarjati Supadjar dari Universitas Gadjah Mada memberi petuah lewat ilmu filsafat yang dikuasainya. Disusul prosesi pemberian beras langka kepada 12 orang oleh Ajikoesoemo, pegiat bidang pertanian.
Mereka adalah petani asal berbagai penjuru di Republik ini, di antaranya petani dari Kediri, Papua, Maluku, Kalimantang, Sumbawa, serta Sumatera.
Baras yang dibagikan Aji bukan sembarang beras. Tapi berupa benih padi yang diberi nama Beras Merah Putih RI-1. Label ini meniru sebutan Presiden RI, sebagai orang nomor satu dalam struktur pemerintahan negeri ini.
Beras hasil budidaya sendiri itu bentuknya unik. Apabila kulit gabah dibuka, butirannya separuh berwarna merah dan separuhnya lagi putih.
"Beras ini sudah ratusan tahun menghilang. Sekarang telah kembali. Rasanya enak. Ini merupakan tanda-tanda zaman kebangkitan Indonesia," ucap Ajikoesoemo.
Aji menemukan varietas beras merah-putih secara tidak sengaja di sebuah situs percandian. Meski sudah berwujud beras saat ditemukan, bukan gabah, Ajikoesoemo dengan teknologi pertanian yang dimiliki berhasil membudidayakan.
Hasil penen yang kemudian dibagikan kepada perwakilan 12 daerah tadi, sebagai upaya Aji membagi pengalaman dan pengembangbiakkan Beras RI-1 bersama petani lain. "Kami sudah siap dengan teknologi pengembangan beras RI-1 ini."
==============================
http://www.umy.ac.id/berita.php?id=438
7 November 2006 PENANAMAN PERDANA PADI RI-1 GENERASI KE-2 Walaupun hanya tiga butir padi yang diperlihatkan oleh Ir. Gatot Supangkat, MP., Dosen Fakultas Pertanian UMY, cukup mencengangkan dengan warnanya yang lain dari biasanya. Warna yang sama dengan bendera kebangsaan Indonesia merah putih. Sepintas orang akan berfikir bahwa warna tersebut didapatkan dari hasil perkawinan beras merah dan beras putih. Tetapi, jauh dari dugaan warna tersebut bukan buatan tapi natural sebagaimana biasa berasal dari padi yang tumbuh secara normal. Sebagaimana dituturkan D. Hertanto, si pengembangbiak beras dwiwarna tersebut, beras yang kemudian diberinama RI-1 merupakan beras yang berasal dari sekitar abad 7 silam. Bersama BSW Adjikoesoemo (Dirut Prakasita Sekar Mataram), Hartanto mendapatkan butiran padi tersebut dari penduduk yang menemukannya direruntuhan candi yang berlokasi di kawasan Sleman 16 Februari lalu. "Padi yang diserahkan tersebut hanya berjumlah 160 biji. Semula kami tak percaya kalau itu adalah beras jaman dulu, kami belum pernah melihat padi jenis tersebut sebelumnya, maka kami jadi tertarik untuk menguliknya mencari info kesana kemari", jelasnya. Info yang didapatkannya tersebut lanjut Hertanto, tidak mencukupi rasa penasarannya karena rata-rata dari mereka mengatakan baru melihatnya kali itu. Tetapi, dari informasi tersebut juga menambah keyakinannya kalau beras tersebut memang benar-benar berusia beratus tahun silam. Ke-160 butir beras tersebut kemudian dipilah-pilah dan jadilah 120 butir yang dianggap sempurna untuk ditumbuhkan kembali. Penyemaianpun dilakukan dengan dua cara. Pertama dengan menggunakan media kapas yang dilengkapi dengan hormon pertumbuhan dan yang kedua, adalah dengan cara membungkus butir padi tersebut dengan kulit gabah rojolele. Maksudnya, kulit gabah tersebut sebagai cadangan nutrisi beras yang akan ditumbuhkan. Dari 120 butir beras tersebut, menurut Hertanto, hanya sekitar 88 butir yang berkecambah dan selanjutnya hanya tersisa 7 bibit yang bertahan sampai panen pertama dilakukan 5,5 bulan kemudian dengan tinggi batang 130 sentimeter, 2 buah anakan dengan malai yang berukuran 22 sentimeter dan hasil panen yang berupa biji beras merah putih berjumlah sekitar 2.411 butir.
"Selama penumbuhkembangan padi tersebut tidak ada perlakuan khusus yang diberikan, media pembesar padi setelah disemaikan juga hanya dalam bak dan tanah subur biasa dengan ukuran sekitar 30 sentimeter. Mungkin karena suhu di Kebon Agung, Sleman, tempat proses penanaman ini juga mendukung", ungkapnya.
Selasa, (7/11) sore, telah dilakukan kembali penanaman RI-1 Generasi Kedua pada lahan 2 petak berukuran sekitar 3 x 10 m, di Dusun Kebon Agung, Tridadi, Sleman. Penanaman tersebut dilakukan pada acara pertemuan bersama pihak UMY dan pihak Prakasita Sekar Mataram. Penanaman perdana tersebut ditandai dengan penanaman bersama oleh Rektor UMY, Dr. Koiruddin Bashori dan Direktur Utama Prakasita Sekar Mataram, BSW Adjikoesoemo. Pada acara tersebut Adji berharap dari penanaman ini menghasilkan sekitar 40-50 kg beras untuk kemudian bisa diproduksi lebih besar dan dikonsumsi.
Mahasiswa Jurusan Agronomi, Fakultas Pertanian UMY ini juga menjelaskan, launching RI-1 ini sebenarnya telah dilakukan 13 Agustus 2006 lalu, bertepatan dengan acara Indonesia Bangkit di Alun Alun Utara, Yogyakarta, yang ditandai dengan pembagian 84 butir beras hasil panen pertama kepada 12 petani yang berasal dari tempat yang berbeda-beda diantaranya Kediri, Sumenep, Pati, Banyumas, Sabdodadi-Bantul, Banjarnegara, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, maluku, Papua, dan Bali, dengan maksud untuk dikembangkan. "Sebagian lagi kami simpan untuk dikembangkan kembali", tambahnya.
Pada kesempatan berbeda, ditengah pertemuannya dengan para pimpinan Fakultas Pertanian UMY, Sabtu, (7/10) lalu, mengenai rasanya Hertanto mengakui belum bisa memastikan kelezatannya. Tetapi dia mempunyai keyakinan bahwa beras tersebut mempunyai kualitas tinggi. "Usianya saja sudah berabad-abad lalu, terus ditemukan di tempat yang dianggap sakral yang digunakan untuk ritual tertentu sebagai persembahan, biasanya sesuatu benda yang digunakan sebagai persembahan mesti berkualitas yang terbaik", imbuhnya.
Diakhir pembicaraannya Hertanto mengatakan keinginannya untuk terus mengembangkan padi RI-1 tersebut sampai akhirnya menjadi beras yang bisa diunggulkan kembali dan bisa dikonsumsi secara masal. "Membangkitkan sesuatu yang hampir punah merupakan suatu kebanggaan", katanya.

DIKAITKAN TAKHAYUL, METODE KIRLIAN TAK DIKEMBANGKAN

Pemotretan dengan Metode Kirlian yang mempergunakan teknik "High Frequency Photography" yang pernah dilakukan Dr Sutisna Sastrawijaya, Kepala Study Centre LAPAN (Jawa Pos, 11-12 Agustus lalu) sekarang ini sudah tidak lagi dikembangkan.
"Bahkan sejak 1979, alat itu sudah disimpan di gudang", ujar Ir Alfred Sitinjak MSc, kepala Pusat Studi Dirgantara LAPAN kepada Jawa Pos yang menghubunginya kemarin. Peralatan fotografi dengan metode Kirlian, sebenarnya merupakan sebagian alat yang dipakai untuk studi tentang "space biomedicine". Dengan demikian, sebenarnya peralatan fotografi Kirlian hanya digunakan oleh beberapa negara maju dengan teknologi tinggi yang sudah menjangkau antariksa.
Bagi Indonesia, kata Alfred, peralatan tersebut terlalu canggih. "Akibatnya, peralatan Kirlian tersebut justru dikait-kaitkan dengan paranormal", ujarnya.
Pernyataan Alfred itu dibenarkan Maramis Safri, stafnya yang ditugasi menjaga peralatan tersebut. "Dulu waktu rami-ramainya seminar tuyul, beberapa orang paranormal datang ke LAPAN. Katanya ingin melihat alat yang bisa memotret tuyul ", ujar Maramis.
"Waktu itu kami langsung menjelaskan kalau alat itu tidak bisa memotret tuyul. Rupanya penjelasan tentang alat Kirlian itu terlalu dibesar-besarkan", kata Maramis.
Mengenai alat Kirlian sendiri, Sheila Ostrander dan Lynn Schroeder dalam buku "Phychis Discoveries mengemukakan bahwa Kirlian Effect terjadi dengan High Frequency Photography yang dapat menangkap Aura (lompatan cahaya) cemerlang dari sekitar tubuh manusia.
Pancaran sinar tersebut dapat terlihat bila tubuh itu ditempatkan dalam sebuah medan arus listrik berfrekuensi tinggi. Metode Kirlian sendiri ditemukan oleh sepasang suami-istri ilmuwan listrik Semeyon dan Valentina Kirlian, dari Rusia.
Metode tersebut dikembangkan berdasarkan teknik generator pemantik frekuensi tinggi yang sudah diperkenalkan oleh Nikolai Tesla. Namun, teknik Kirlian mempunyai fungsi penerapan yang lebih luas. Metode ini dapat dimanfaatkan untuk bidang botani, kedokteran, peralatan mikroskop sampai holografik.
Dr Hilner dan E.F. Smart, dua peneliti dari Inggris pernah mengadakan eksperimen dengan pemotretan voltage DC tinggi. Mereka menemukan adanya energi interaksi-transfer antara sehelai daun yang baru dipetik dengan daun layu yang dipetik 24 jam sebelumnya. Dari hasil riset kedua peneliti tersebut diketahui pula bahwa musik dapat mengubah corona yang terpancar dari hasil aura menjadi lebih terkonsentrasi.
Singkatnya, metode Kirlian dapat diterapkan di dunia kedokteran. Tapi, karena terlalu tingginya teknologi tersebut, hasilnya belum bisa dijabarkan secara realistis untuk kemanfaatan ilmu kedokteran di Indonesia.
Maramis, staf pusat studi Dirgantara LAPAN yang selalu mendampingi Dr Sutisna dalam berbagai penelitian menyatakan bahwa sejauh itu belum ada orang yang mampu menafsirkan makna corona hasil emanasi dari Kirlian Effect. Di samping itu, penelitian dengan metode tersebut sering bersifat subjektif. Misalnya, suatu ketika ia pernah memotret ibu jari seseorang yang dianggap sangat saleh dan taat beribadah. Hasilnya, ternyata menyatakan bahwa orang tersebut tergolong jahat. "Jadi, kita tidak berani memastikan apakah hasil Kirlian Effect itu benar begitu, atau penafsiran masing-masing corona terpancar yang belum ada standar itu yang keliru", ujar Maramis menjelaskan.
Alfred yang menggantikan Dr Sutisna ini juga mengatakan, peralatan itu terlalu besar dananya bila dioperasikan untuk studi Space Biomedicine. Bahkan dengan dana 100 miliar dolar pun masalah space biomedicine belum teratasi", ujarnya.

BOUGENVILLE TIDAK BAIK DITANAM DI DEPAN RUMAH

Metode Kirlian yang diseminarkan di Universitas Nasional Jakarta, Rabu lalu, sebenarnya tidak hanya mampu memotret energi doa. "Metode itu bisa untuk melihat macam-macam energi yang tidak terlihat mata manusia", kata Dr Sutisna Sastrawijaya, pelopor penelitian Metode Kirlian di Indonesia.
Sutisna diwawancarai sehubungan dengan Seminar Doa sebagai Energi yang dianalisis Dra Sri Kusdyantinah dari Fakultas Pascasarjana Universitas Nasional (Jawa Pos, kemarin). Seminar tersebut bersumber dari eksperimen Metode Kirlian yang pernah dilakukan Sutisna.
Menurut Sutisna, Metode Kirlian berasal dari Belanda. "Kalau kita membeli peralatan fotografi Kirlian dari Belanda, maka kita akan mendapatkan petunjuk dan cara prakteknya", ujarnya. Maka dari itu, ia sendiri tidak tahu dari mana istilah Kirlian itu dipakai. "Saya tahu, Kirlian itu nama orang Rusia, penemu metode itu", katanya.
Peralatan Kirlian itu berupa kamera foto serta seperangkat lampu "high voltage". Harga peralatan itu, menurut Sutisna, sekitar Rp. 15 juta pada sekitar tahun 1979. Satu-satunya pemilik alat itu di Indonesia adalah LAPAN (Lembaga Antariksa Penerbangan dan Aeronautika Nasional) Jakarta.
Pada 1979 ketika Sutisna masih menjabat kepala Study Centre LAPAN, eksperimen metode Kirlian itu ia lakukan bersama stafnya, Drs Pakpahan. Yang diteliti, antara lain, pancaran energi doa.
Ketika itu, seorang mubaligh yang dianggap punya tingkat ketaqwaan tinggi, sedang berdoa di sebuah ruangan gelap (tanpa penerangan lampu). Mubaligh itu melafalkan Asmaul Husna, Ya Rahman Ya Rahim, berkali-kali dengan kedua tapak tangan menengadah. Sementara di hadapan mubaligh tersebut, di dekat tangannya, diletakkan sebuah gelas berisi air putih.
"Ketika sampai pada tahap tertentu, ujung jari mubaligh itu disorot dengan lampu "high voltage". Dan, saat itulah dilakukan pemotretan", tutur Sutisna. Hasilnya, ujung-ujung jari si mubaligh memancarkan sinar biru keemasan (Sutisna menyebutnya, Aura). Dan, sinar tersebut terlihat jelas sebab dipantulkan oleh gelas berisi air tadi.
Penelitian lain juga menunjukkan bahwa orang yang sedang melakukan sholat tahajjud di malam hari memancarkan Aura lebih terang dari pada ketika sholat di siang hari. Mungkin ini akibat kondisi siang hari banyak gangguan (Interference) dari Aura sekitar terutama cahaya matahari.
Penelitian tidak berhenti, Sutisna dibantu Pakpahan, lantas meneliti tumbuh-tumbuhan, juga manusia dalam keadaan tidak sedang berdoa. Dan hasilnya, beberapa hal yang selama ini tidak terlihat mata, terungkap dalam penelitian itu.
Salah satu penelitian mereka tentang penolakan masyarakat Banten yang enggan menanam bunga Bougenville. "Sebenarnya, penelitian ini terjadi secara kebetulan saja", kata Sutisna.
Ceritanya, ketika itu Sutisna berniat mencoba meneliti tumbuh-tumbuhan. "Kebetulan saya pilih bunga Bougenville untuk dipotret dengan metode Kirlian", kenangnya.
Hasil pemotretan, terungkap bahwa ujung-ujung bunga Bougenville memancarkan Aura kemerah-merahan. "Saya tafsirkan, Aura itu membawa pengaruh panas", ujar Sutisna. Maksudnya, lanjut Sutisna, bunga itu akan berpengaruh jelek jika ditanam di depan rumah, sebab penghuni rumah akan menyerap radiasi Aura kemerahan itu.
Uniknya, lanjut Sutisna, masyarakat banten seolah-olah sudah mengetahui pengaruh tersebut. "Sejak dulu kala, masyarakat Banten tidak pernah menanam Bougenville di depan rumah mereka. Menurut mereka, bunga itu menyebabkan keluarga penghuni rumah sering bertengkar ", katanya.
Dengan penelitian itu, Sutisna menyimpulkan bahwa sesuatu yang semula dianggap tahayul oleh masyarakat Banten, ternyata memang terbukti menurut penelitian ilmiah.
Dari sejumlah penelitian yang dilakukan Sutisna, menurut dia, yang paling penting adalah penelitian mengenai padi. "Ini sangat berguna bagi petani", ujarnya.
Padi yang sehat, menurut hasil pemotretan Metode Kirlian, memancarkan sinar putih bersih. Sedangkan padi yang terserang hama, memancarkan sinar putih kecoklatan atau putih kehitam-hitaman. "Jadi, meskipun tanaman padi yang tampaknya sehat, jika dipotret ternyata berwarna putih kecoklatan, maka padi itu tidak sehat", tuturnya. "Dengan cara ini, bisa dilakukan pencegahan hama sejak dini", tambahnya.
Yang mengerikan, pemotretan itu bisa dilakukan untuk mengetahui sehat atau tidaknya seseorang. "Orang yang sehat, jika dipotret memancarkan Aura putih. Sedangkan yang kurang sehat, memancarkan Aura kelabu. Dan, yang hampir meninggal dunia memancarkan Aura hitam kemerah-merahan", tuturnya.
Dengan begitu, menurut Sutisna, meski seseorang tampaknya sehat, namun jika dipotret memancarkan warna hitam, maka yang bersangkutan dalam keadaan bahaya. "Artinya, jika ia sakit sepele saja, dalam waktu singkat akan meninggal dunia", tuturnya.
Sejumlah penelitian yang dilakukan Sutisna di LAPAN itu berhenti sejak 1980. "Sebab, Bapak Direktur LAPAN yang menggantikan Pak Salatun, tampaknya kurang tertarik dengan Metode Kirlian", kata Sutisna. Sejak itu pula Sutisna pensiun dari LAPAN. "Peralatan yang pernah saya gunakan dulu, kini masih tersimpan di LAPAN", tambahnya.
Kini, Sutisna yang menjabat staf ahli di Direktorat Kesehatan TNI AU Jakarta, berminat untuk melakukan sejumlah penelitian dengan Metode Kirlian lagi. "Tapi, saya kesulitan membeli peralatan yang cukup mahal itu", katanya.

DOA SEBAGAI ENERGI DISEMINARKAN DI JAKARTA

Doa sebagai energi, dianalisis oleh Dra Sri Kusdyantinah dari Fakultas Pascasarjana Universitas Nasional dalam seminar yang diselenggarakan oleh Himpunan Filsafat Indonesia, di Aula Universitas Nasional Rabu kemarin. Seminar yang dibuka oleh Prof Dr Sutan Takdir Alisjahbana ini akan berlangsung sampai hari ini.
Menurut Kusdyantinah, doa sama dengan pikiran, yang pada hakikatnya adalah ENERGI. Untuk mengukur frekuensi energi PIKIRAN, bisa dilakukan dengan alat kedokteran yang disebut "Electro-Encephalograf." Sedang untuk mengukur frekuensi DOA, pernah dicoba dengan pemotretan listrik berfrekuensi tinggi, Metode KIRLIAN", ujar Kusdyantinah yang juga dikenal sebagai penerjemah buku-buku Alvin Toffler dan Khalil Gibran itu.
Kusdyantinah lantas menunjukkan eksperimen yang pernah dilakukan bersama Dr Sutisna Sastrawijaya, kepala Study Centre LAPAN (Lembaga Antariksa Penerbangan dan Aeronautika Nasional).
"Hasil eksperimen membuktikan bahwa setiap "Asmaul Husna" memiliki ciri-ciri spesifik yang khas ketika dicoba dengan pemotretan "Metode Kirlian" ", ujarnya.
Ketika itu, menurut Kusdyantinah, ia bersama beberapa orang disuruh membaca lafal "Yaa Rahmaan Yaa Rahiim" pada sebuah gelas berisi air putih beratus-ratus kali. Kemudian gelas itu dipotret dengan metode Kirlian. "Hasilnya, ternyata suatu rekaman yang memvisualkan warba biru keemasan. Warna itu sama dengan warna biru kemasan yang berhasil direkam dari potret Ibunda theresia, pemenang Nobel dari India", ujar Kusdyantinah menerangkan.
Pemotretan dengan metode Kirlian itu lantas dicobakan lagi dengan mengucapkan lafal "Yaa Hayyu, Yaa Qoyyum" pada sebuah gelas berisi air putih. Hasilnya, ternyata rekaman warna kecoklat-coklatan yang nyaris seperti warna the. "Dan, air dalam gelas itu diminumkan kepada orang yang sakit lumpuh menahun, ternyata orang itu bisa sembuh dalam beberapa hari", kata Kusdyantinah.
Kirlian Efect sebagai hasil dari "high frequency photography", menurut Kusdyantinah , mampu menangkap emanasi cemerlang dari sekitar tubuh manusia. "Karena tubuh manusia akan nampak memancarkan sinar apabila ditempatkan pada sebuah medan arus lstrik yang berfrekuensi tinggi. Dan demikianlah, doa yang diucapkan seseorang pada tahap tertentu akan menampakkan pancaran sinar apabila ditangkap dengan pemotretan metode Kirlian", ujarnya.
Kusdyantinah menjelaskan bahwa pemotretan listrik berfrekuensi tinggi metode Kirlian dan Electro-Enchepalograf adalah alat-alat hasil teknologi yang bisa merekam dan memvisualisasikan sinar-sinar berwarna.

MENUJU PERTANIAN DAN PETERNAKAN ORGANIK DENGAN TEKNOLOGI ORGANIK MIKRO ORGANISME NUSAGRO

MENUJU PERTANIAN DAN PETERNAKAN ORGANIK DENGAN TEKNOLOGI ORGANIK MIKRO ORGANISME NUSAGROU
paya peningkatan produksi pangan yang salah, dengan tingkat ketergantungan yang tinggiterhadap bahan kimia dan pestisida lainnya, memberikan dampak kimia negatif, yang berlanjut pada pertaruhan nilai kesehatan manusia akibat residu kimia yang ditinggalkan.Dampak negatif yang serius terhadap lingkungan menyebabkan penurunan kualitas produksi akibat kerusakan unsur hara tanah yang diikat oleh residu kimia dalam tanah. Mengantisipasi kedua dampak serius diatas dan merespon ancaman pasar global akan kebutuhan produk organic, dengan bangga kami persembahkan produk-produk unggulan kami untuk bidang pertanian dan peternakan sebagai berikut:

Produk unggulan kami untuk bidang peternakan adalah berupa bahan pakan ternak berwujud cair dengan berwarna coklat muda dengan aroma sedap yang khas.Minuman stimulan ini berisikan ekstrak berbagai bahan organik yang mempunyai nilai-nilai gizi berkualitas tinggi dilengkapi berbagai unsur mikro organisme bermanfaat.Campuran air, tetes/gula, protein alami, ekstrak tumbuh-tumbuhan serta lactobasillus dan bakteri aktif bekerjasama saling menguntungkan menghasilkan produk yang sangat bermanfaat bagi ternak.Minuman stimulan ini bukan merupakan senyawa kimia, tidak bersifat racun/toxsis sehingga tidak berbahaya bagi kesehatan manusia dan ternak.Keunggulan teknologi terapan bukan senyawa kimia ini sangat ramah lingkungan, tidak bersifat racun/toxsis, tidak berbahaya bagi kesehatan manusia dan ternak, bernilai ekonomis tinggi sehingga benar-benar tepat untuk para pengusaha peternakan.

berternak domba garut

BETERNAK DOMBA GARUT, PELUANG USAHA MENEMBUS PASAR LOKAL& DUNIA
Oleh. Agus Ramada Setiadi - Direktur Utama Eka Agro Rama
Seringkali masih banyak orang yang keliru ketika membedakan antara domba dan kambing. Uniknya lagi adalah lebih dikenal kelezatan sate kambing dibandingkan sate domba. Apakah betul domba dan kambing itu sama? Atau keduanya memang jenis hewan ternak yang berbeda? Pada dasarnya domba dan kambing merupakan jenis hewan ternak pemakan rumput yang tergolong ruminansia kecil, keduanya pun populasinya hampir tersebar merata dan ada di seluruh dunia. Namun bila kita melihat visual fisiknya dengan cermat maka domba berbeda dengan kambing. Postur tubuh domba cenderung lebih bulat dibandingkan dengan kambing yang ramping. Daun telinga kambing panjang dan terkulai. Bentuk bulu domba pun lebih ikal dan keriting sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bulu wool sedangkan lain halnya dengan kambing yang cenderung lurus. Hewan ternak domba yang ada sekarang diduga merupakan hasil dometikasi manusia dari 3 jenis domba liar: Domba Mouflon dari Eropa Selatan dan Asia Kecil, Domba Argali dari Asia Tenggara serta Urial dari Asia. Domba-domba ini awalnya diburu secara liar sampai akhirnya diternakkan oleh manusia. Dibandingkan dengan sapi, babi, kuda dan kerbau sebagai sesama hewan ruminansia, hewan ternak domba lebih dahulu memiliki nilai komersial sejak abad 7000 SM. Bahkan di Indonesia keberadaan hewan ternak domba dapat dilihat pada relief Circa 800 SM pada Candi Borobudur. Olehkarenanya tidaklah heran bila jumlah populasi domba adalah jauh lebih banyak dibandingkan dengan kambing di dunia. Data Food Agricultural Organization (FAO) tahun 2002, jumlah populasi domba dunia kurang lebih 1.034 milyar ekor sedangkan kambing hanya sekitar 743 juta. Populasi terbesar domba dan kambing dunia adalah di negara Tirai Bambu Cina, di mana negara kedua terbesar adalah Australia untuk domba dan India untuk kambing.
Sebagai bagian dari sektor usaha peternakan nasional, prosentase kebutuhan daging domba dan kambing masyarakat Indonesia adalah masih jauh di bawah sub sektor usaha peternakan lainnya seperti ayam/ unggas (56%), sapi (23%) serta babi (13%). Menurut data Ditjen. Peternakan - Deptan RI tahun 2005, konsumsi daging domba dan kambing di masyarakat memang masih sangat rendah yaitu hanya sekitar 5%. Namun bila melihat potensi kebutuhan daging hewan ternak ini yang pada tiap tahunnya kurang lebih sekitar 5,6 juta ekor untuk kebutuhan ibadah kurban saja, dan belum termasuk kebutuhan pasokan untuk aqiqah, industri restoran sampai dengan warung sate kaki lima yang membutuhkan 2 - 3 ekor tiap harinya, pertumbuhan populasi domba dan kambing adalah belum sebanding dengan angka permintaan yang terus meningkat. Potensi ini belum dihitung kebutuhan pasar di kawasan Asia Tenggara seperti Malaysia dan Singapura, serta kawasan Timur Tengah yang tiap tahunnya membutuhkan kurang lebih 9,3 juta ekor domba. Di mana kebutuhan pasokan daging domba untuk kawasan Timur Tengah sampai saat ini masih dipenuhi oleh Australia dan Selandia Baru. Miris memang, di mana Indonesia sebagai negara dengan jumlah populasi masyarakat muslim terbesar di dunia sebenarnya lebih memiliki peluang untuk itu. Pertumbuhan populasi domba dan kambing di Indonesia adalah relatif kecil sedangkan permintaan terus meningkat seiring jumlah penduduk dan perbaikan pendapatan kesejahteraan masyarakat. Bukan mustahil suatu saat akan terjadi kelangkaan produksi daging domba dan kambing sehingga pelaksanaan ibadah kurban akan mengimpor dari Australia ataupun Selandia Baru. Di Indonesia, keberadaan populasi domba dan kambing hampir tersebar dengan merata di seluruh wilayah. Namun sayangnya pemeliharaan ternak domba dan kambing di negeri ini sebagian besar masih dalam skala kecil dan tradisional. Berbeda dengan Australia, pola peternakan intensif dengan dukungan teknologi telah menjadikan negara tersebut dapat menghasilkan produksi domba skala besar dan berkualitas. Bayangkan saja, total ekspor daging domba Australia ke negara Saudi Arabia pada tahun 2006 adalah setara dengan 3,6 juta ekor.
Populasi hewan ternak domba dan kambing terbesar pada akhir tahun 2006 ada di wilayah provinsi Jawa Barat yaitu kurang lebih 3,5 juta ekor atau sekitar 49% dari jumlah populasi nasional. Di provinsi ini bahkan terdapat jenis hewan ternak ruminansia kecil yang merupakan kekayaan plasma nutfah Indonesia serta menjadi ciri khas provinsi yang dikenal dengan julukan bumi parahyangan tersebut. Domba Garut, Ovies Aries, domba ini adalah hasil persilangan dari 3 rumpun bangsa domba: Merino - Australia, Kaapstad dari Afrika dan Jawa Ekor Gemuk di Indonesia. Domba Jawa Ekor Gemuk sudah ada sebelumnya sejak lama sebagai jenis domba lokal, Domba Merino dibawa oleh pedagang Belanda ke Indonesia sedangkan Domba Kaapstad didatangkan para pedagang Arab ke tanah Jawa sekitar abad ke-19.
Domba Garut adalah jenis domba tropis bersifat profilik yaitu dapat beranak lebih dari 2 (dua) ekor dalam 1 siklus kelahiran. Di mana dalam periode 1 tahun, Domba Garut dapat mengalami 2 siklus kelahiran. Domba ini memiliki berat badan rata-rata di atas domba lokal Indonesia lainnya. Domba jantan dapat memiliki berat sekitar 60 - 80 kg bahkan ada yang dapat mencapai lebih dari 100 kg. Sedangkan domba betina memiliki berat antara 30 - 50 kg. Ciri fisik Domba Garut jantan yaitu bertanduk, berleher besar dan kuat, dengan corak warna putih, hitam, cokelat atau campuran ketiganya. Ciri domba betina adalah dominan tidak bertanduk, kalaupun bertanduk namun kecil dengan corak warna yang serupa domba jantan.
Domba Garut merupakan plasma nutfah terlangka di dunia karena postur hewan ternak ini nyaris menyerupai bison di USA. Populasi Domba Garut terbesar di Indonesia tentunya ada di wilayah provinsi Jawa Barat dengan lokasi daerah penyebaran antara lain: Garut, Majalengka, Kuningan, Cianjur, Sukabumi, Tasikmalaya, Bandung, Sumedang, Indramayu dan Purwakarta. Mungkin hampir sebagian orang lebih mengenal hewan ternak Domba Garut identik dengan domba aduan yang berlaga di arena adu ...

Rabu, 16 Januari 2008

Bisnis Pertanian Yang Sekarang

Edisi 12/XV 2003 - Laporan Khusus
Mencari Uang Bila Masyarakat Pecundang
“Andai a-a-aku jadi orang kaya tapi nggak usah pake banyak kerja…”
Sepotong lirik lagu yang pernah dilantunkan artis Oppie Andaresta itu rasanya pas untuk menggambarkan mental sebagian masyarakat kita, yakni ingin cepat jadi orang kaya tapi malas kerja. Sebagian lainnya ingin dapat harta, tapi tak peduli bagaimana caranya. Ada yang dengan cara mencuri, korupsi, menipu, berjudi atau membungakan uang.
Gonjang-ganjing kasus PT Qurnia Subur Alam Raya (QSAR) yang berlokasi di Sukabumi merupakan salah satu buktinya. Ketika PT tersebut menawarkan investasi di bidang agribisnis (bisnis pertanian) dengan dividen (pembagian keuntungan) sebesar lebih dari 50% untuk investor, masyarakat berbondong-bondong menanamkan uangnya pada perusahaan itu. Jadi kalau Anda investasi untuk bisnis cabe senilai 10 juta, selepas panen—sekitar tiga bulan—Anda akan mendapatkan keuntungan sebesar Rp 5 juta.
Menurut para pakar agribisnis, secara rasional mustahil ada sebuah perusahaan yang dapat memberikan dividen sebesar itu, kecuali bisnis pelacuran dan perjudian. Bisnis pertanian, seunggul apapun tanamannya, tidak mungkin dapat memberikan keuntungan sebesar itu.
Sayangnya masyarakat kita banyak yang tidak rasional, sehingga percaya saja dengan iming-iming yang tidak masuk akal, seolah akal mereka sedang disimpan di kantong celana. Sehingga sekitar enam ribu orang, banyak di antaranya sarjana, tergiur tawaran PT QSAR lantas menanamkan investasi di perusahaan itu. Ada yang menanam puluhan juta, bahkan ada yang ratusan juta. Sehingga Ramly Arabi, bos perusahaan itu, berhasil meraup sekitar 500 milyar Rupiah dana masyarakat.
Mula-mula memang ada yang mendapatkan pembagian keuntungan sebagaimana dijanjikan. Namun setelah sekian lama berjalan, pembagian itu macet. Sebab keuntungan bisnis pertanian itu memang tidak memungkinkan untuk memberikan pembagian dividen lebih dari 50%. Kekurangan untuk pembayaran dividen peserta awal diambilkan dari setoran peserta berikutnya. Gali lubang, tutup lubang. Hingga akhirnya ketika jenuh, penyetor belakangan tidak mendapatkan dividen, tinggal gigit jari. Alhasil, gagallah bisnis uang berkedok bisnis pertanian itu. Sebenarnya tidak cuma PT QSAR yang pernah melakukan penipuan besar-besaran kepada masyarakat. Sebelumnya, pada tahun 1991 Yayasan Keluarga Adil Makmur yang dipimpin Jusuf Ongkowijoyo berhasil memperdaya 60 ribu orang, dengan meraup dana masyarakat sebesar tidak kurang dari 15 milyar rupiah. Setahun kemudian PT Suti Kelola menipu 4.000 orang, meraup dana tiga milyar. Belakangan, tahun 1995 sebuah perusahaan multi level marketing (MLM) bernama PT GMM menipu 100 ribu orang, meraih dana masyarakat 50 milyar rupiah.
Tidak Jera Tertipu
Masih banyak lagi perusahaan sejenis itu. Tapi masyarakat kita tak pernah jera untuk tertipu. “Masyarakat kita adalah masyarakat pelupa,” kata KH Dr. Didin Hafidhuddin, anggota Dewan Syariah Nasional, sehingga mudah tertipu berkali-kali. Selain itu, kata Didin, masyarakat kita lebih berorientasi pada hasil, bukan pada proses. Yang penting cepat kaya, tanpa peduli bagaimana prosesnya. Sehingga tidak kritis bila menemukan tawaran bisnis yang berpotensi menipu dan merugikan.
Seperti dilihat belakangan ini, ketika muncul tawaran bisnis koin emas dengan bonus menggiurkan dari sebuah perusahaan multinasional bernama GoldQuest (GQ), serta-merta masyarakat berbondong-bondong ikut serta dalam lingkaran bisnis itu. Menggiurkan? Lihat angka-angka berikut ini.
Untuk bergabung dengan bisnis Anda cukup membeli minimal satu koin emas murni 24 karat fine gold 999,9 seberat 31,104 gram yang disebut commemorative coin kepada GC. Pembeliannya bisa melalui kantor PT GoldQuest Indonesia di Wisma Metropolitan II, Jalan Sudirman, Jakarta. Jika hendak mendapatkan bonus, Anda tinggal mendaftar ke petugas di kantor itu serta memberikan nomor rekening Anda di suatu bank.
Harga per koinnya US $ 800, atau setara dengan Rp 7.200.000. Koin emas akan Anda terima 1-2 bulan kemudian, langsung dari kantor pusatnya Hongkong, via sebuah perusahaan ekspedisi.
Harga koin emas sebesar Rp 7,2 juta itu tergolong sangat mahal, sebab nilai intrinsiknya —dengan berpatokan asumsi harga saat ini Rp 100 ribu/gram— hanya sekitar Rp 3.110.400, atau setara dengan US $ 345 (pada kurs Rp 9.000/dolar). Berarti ada selisih sekitar US $ 455 = Rp 4.095.000.
Kok besar sekali selisihnya? Memang besar. Sebab, menurut GQ, benda yang mereka jual itu bukan sembarang koin emas, tapi merupakan benda bernilai numismatik (koleksi seni yang langka). Masih menurut GQ dalam situs internet mereka (www.gqindonesia.com), karena bernilai seni harganya di pasaran bisa melonjak jauh di atas harga semula. Sebagai contoh, koin emas seri Paus Yohannes Paulus yang dijual GQ US $ 800, di pasaran harganya melonjak menjadi 5-10 ribu US dolar.
Selain itu, meski pengorbanan Ana lebih dari empat juta rupiah tapi Anda dijanjikan oleh GQ mendapatkan 1 tracking center owner (TCO) atau hak bisnis. TCO ini semacam nomor identitas bahwa si Fulan adalah pelanggan resmi GQ dan berhak menjalankan referral programme (hak bisnis) yang akan mendatangkan potensi penghasilan maksimum berupa bonus penjualan sebesar USD 2400/hari = Rp 21.600.000/hari.
Enak sekali bukan? ‘Hanya’ dengan membeli satu koin emas, meski kehilangan uang sekitar Rp 4,7 juta satu kali, Anda akan dapat ganti bonus Rp 21,6 juta/hari.
Caranya, setelah membeli koin tersebut Anda harus mereferensikan minimal 2 orang lain untuk bergabung dengan bisnis GQ. Jika dua orang ini membeli masing-masing satu koin maka keduanya akan menjadi downline Anda, yang dalam sistem matriks harus diletakkan di sisi kanan dan sisi kiri. (Lihat bagan). Untuk satu orang downline baru Anda mendapat komisi sebesar US $ 40. Jadi secara teoritis Anda sudah berhak mendapatkan US $ 80.
Namun jangan keburu senang, karena GQ hanya akan membayar bonus Anda jika jumlah downline di sisi kiri maupun kanan berjumlah minimal 5 TCO. Jika itu terpenuhi, Anda berhak mendapat bayaran bonus US $ 400 (masing-masing sisi US $ 200) dari GQ.
Laporan kemajuan itu cukup dipantau melalui situs mereka di internet (www.estore.goldquest.com). GQ juga akan mengirimkan rekapitulasi bonusnya kepada Anda via pos. Selanjutnya Anda tinggal ongkang-ongkang kaki menanti kiriman bonus dari GQ. Inilah yang mereka sebut sebagai passive income, alias penghasilan buat orang malas. “Dengan cara demikian, saat Anda tidur pun uang tetap mengalir masuk,” janji GQ dalam situsnya.
Titik Jenuh
Menurut Hamim Thohari, Sekretaris Dewan Syariah Hidayatullah, meski tak mau disebut sebagai bisnis MLM, namun ada dua hal prinsip yang menyamakan praktek GQ dengan MLM, yakni GQ dijalankan dengan sistem jaringan (network) dan berantai. Lantaran sifatnya yang demikian, makin ke bawah jumlahnya semakin besar.
Jika Anda memiliki dua orang downline. Kemudian masing-masing juga memiliki dua orang downline, terus begitu hingga misalnya empat tingkat ke bawah. Maka pada tingkat keempat, sudah tergarap 19 orang downline. Kemudian jumlah orang yang terlibat dari mulai Anda hingga tingkat terakhir itu sudah 31 orang. (Lihat bagan percabangan anggota MLM).
Jika ranting anggota itu diteruskan, maka pada akhirnya akan tercapai titik jenuh, hingga tidak ada lagi orang bisa direkrut sebagai anggota. Pada tingkat terakhir itu, tentu saja jumlah downline yang terlibat amat sangat banyak. Dan karena posisinya itu mereka tidak akan pernah mendapat bonus apapun. Sebuah kezhaliman sudah terjadi di sini. Kezhaliman yang menerpa masyarakat secara massal.
Yang lebih penting, begitu, perekrutan anggota mencapai titik jenuh, berarti tidak ada penjualan emas lagi melalui jaringan itu. Maka dengan apa perusahaan seperti GQ akan dapat membayar bonus para anggota jaringannya itu? Di sinilah bayang-bayang kebangkrutan bisa menerpa GQ sebagaimana pernah terjadi pada PT QSAR dan lain-lain.
Apakah GQ akan bangkrut seperti PT QSAR? Belum bisa dipastikan. Namun menurut hitung-hitungan yang dilakukan Direktur Karim Business Consulting, Adiwarman Azwar Karim MBA, bisnis model GQ merupakan bisnis yang tidak sehat dan tidak akan berumur panjang.
Alasannya, source of fund (pemasukan uang) untuk upline hanya berasal dari downline. Kalau modal untuk money game ini kecil (Rp 50 juta – Rp 100 juta), umurnya paling banter cuma 4 bulan. “Saya sudah melakukan simulasi, cukup dengan perhitungan matematika sederhana bisa saya buktikan,” kata Adiwarman yakin.
Sekarang ini GQ masih bisa bertahan cukup lama karena ditopang modal yang cukup besar, hingga puluhan juga dolar. “Tapi ya paling-paling hanya bisa bertahan 4 tahun,” ramal mantan Wakil Direktur Bank Muamalat Indonesia itu. Agar tidak cepat bangkrut, money game akan melakukan pemotongan alur network (jaringan). Pertama dengan pemotongan vertikal, yakni memotong alur jaringan menjadi beberapa bagian. “Sehingga kalau nanti ada masalah, maka hanya bagian tertentu yang kena,” tambahnya. Langkah kedua, memotong secara horisontal, yakni meniadakan beberapa kaki, misalnya dari 5 menjadi 2 kaki, seperti dilakukan perusahaan My7Diamonds.
Kalau begitu, para peserta bisnis GQ dan sejenisnya nampaknya perlu bersiap-siap mengantisipasinya. Agar tak menyesal seperti saudara-sauara kita yang jadi pecundang PT QSAR. Agar tak seperti keledai yang jatuh terperosok pada lubang yang sama.
Bukankah Rasulullah telah lama bersabda, “Seorang Mukmin tidak akan terperosok dalam satu lubang sebanyak dua kali.” (H.R Bukhari dan Muslim). (Pambudi/Agung/SHW)
__________________________________ Do you Yahoo!? The New Yahoo! Search - Faster. Easier. Bingo. http://search.yahoo.com