Rabu, 16 Januari 2008

Bisnis Pertanian Yang Sekarang

Edisi 12/XV 2003 - Laporan Khusus
Mencari Uang Bila Masyarakat Pecundang
“Andai a-a-aku jadi orang kaya tapi nggak usah pake banyak kerja…”
Sepotong lirik lagu yang pernah dilantunkan artis Oppie Andaresta itu rasanya pas untuk menggambarkan mental sebagian masyarakat kita, yakni ingin cepat jadi orang kaya tapi malas kerja. Sebagian lainnya ingin dapat harta, tapi tak peduli bagaimana caranya. Ada yang dengan cara mencuri, korupsi, menipu, berjudi atau membungakan uang.
Gonjang-ganjing kasus PT Qurnia Subur Alam Raya (QSAR) yang berlokasi di Sukabumi merupakan salah satu buktinya. Ketika PT tersebut menawarkan investasi di bidang agribisnis (bisnis pertanian) dengan dividen (pembagian keuntungan) sebesar lebih dari 50% untuk investor, masyarakat berbondong-bondong menanamkan uangnya pada perusahaan itu. Jadi kalau Anda investasi untuk bisnis cabe senilai 10 juta, selepas panen—sekitar tiga bulan—Anda akan mendapatkan keuntungan sebesar Rp 5 juta.
Menurut para pakar agribisnis, secara rasional mustahil ada sebuah perusahaan yang dapat memberikan dividen sebesar itu, kecuali bisnis pelacuran dan perjudian. Bisnis pertanian, seunggul apapun tanamannya, tidak mungkin dapat memberikan keuntungan sebesar itu.
Sayangnya masyarakat kita banyak yang tidak rasional, sehingga percaya saja dengan iming-iming yang tidak masuk akal, seolah akal mereka sedang disimpan di kantong celana. Sehingga sekitar enam ribu orang, banyak di antaranya sarjana, tergiur tawaran PT QSAR lantas menanamkan investasi di perusahaan itu. Ada yang menanam puluhan juta, bahkan ada yang ratusan juta. Sehingga Ramly Arabi, bos perusahaan itu, berhasil meraup sekitar 500 milyar Rupiah dana masyarakat.
Mula-mula memang ada yang mendapatkan pembagian keuntungan sebagaimana dijanjikan. Namun setelah sekian lama berjalan, pembagian itu macet. Sebab keuntungan bisnis pertanian itu memang tidak memungkinkan untuk memberikan pembagian dividen lebih dari 50%. Kekurangan untuk pembayaran dividen peserta awal diambilkan dari setoran peserta berikutnya. Gali lubang, tutup lubang. Hingga akhirnya ketika jenuh, penyetor belakangan tidak mendapatkan dividen, tinggal gigit jari. Alhasil, gagallah bisnis uang berkedok bisnis pertanian itu. Sebenarnya tidak cuma PT QSAR yang pernah melakukan penipuan besar-besaran kepada masyarakat. Sebelumnya, pada tahun 1991 Yayasan Keluarga Adil Makmur yang dipimpin Jusuf Ongkowijoyo berhasil memperdaya 60 ribu orang, dengan meraup dana masyarakat sebesar tidak kurang dari 15 milyar rupiah. Setahun kemudian PT Suti Kelola menipu 4.000 orang, meraup dana tiga milyar. Belakangan, tahun 1995 sebuah perusahaan multi level marketing (MLM) bernama PT GMM menipu 100 ribu orang, meraih dana masyarakat 50 milyar rupiah.
Tidak Jera Tertipu
Masih banyak lagi perusahaan sejenis itu. Tapi masyarakat kita tak pernah jera untuk tertipu. “Masyarakat kita adalah masyarakat pelupa,” kata KH Dr. Didin Hafidhuddin, anggota Dewan Syariah Nasional, sehingga mudah tertipu berkali-kali. Selain itu, kata Didin, masyarakat kita lebih berorientasi pada hasil, bukan pada proses. Yang penting cepat kaya, tanpa peduli bagaimana prosesnya. Sehingga tidak kritis bila menemukan tawaran bisnis yang berpotensi menipu dan merugikan.
Seperti dilihat belakangan ini, ketika muncul tawaran bisnis koin emas dengan bonus menggiurkan dari sebuah perusahaan multinasional bernama GoldQuest (GQ), serta-merta masyarakat berbondong-bondong ikut serta dalam lingkaran bisnis itu. Menggiurkan? Lihat angka-angka berikut ini.
Untuk bergabung dengan bisnis Anda cukup membeli minimal satu koin emas murni 24 karat fine gold 999,9 seberat 31,104 gram yang disebut commemorative coin kepada GC. Pembeliannya bisa melalui kantor PT GoldQuest Indonesia di Wisma Metropolitan II, Jalan Sudirman, Jakarta. Jika hendak mendapatkan bonus, Anda tinggal mendaftar ke petugas di kantor itu serta memberikan nomor rekening Anda di suatu bank.
Harga per koinnya US $ 800, atau setara dengan Rp 7.200.000. Koin emas akan Anda terima 1-2 bulan kemudian, langsung dari kantor pusatnya Hongkong, via sebuah perusahaan ekspedisi.
Harga koin emas sebesar Rp 7,2 juta itu tergolong sangat mahal, sebab nilai intrinsiknya —dengan berpatokan asumsi harga saat ini Rp 100 ribu/gram— hanya sekitar Rp 3.110.400, atau setara dengan US $ 345 (pada kurs Rp 9.000/dolar). Berarti ada selisih sekitar US $ 455 = Rp 4.095.000.
Kok besar sekali selisihnya? Memang besar. Sebab, menurut GQ, benda yang mereka jual itu bukan sembarang koin emas, tapi merupakan benda bernilai numismatik (koleksi seni yang langka). Masih menurut GQ dalam situs internet mereka (www.gqindonesia.com), karena bernilai seni harganya di pasaran bisa melonjak jauh di atas harga semula. Sebagai contoh, koin emas seri Paus Yohannes Paulus yang dijual GQ US $ 800, di pasaran harganya melonjak menjadi 5-10 ribu US dolar.
Selain itu, meski pengorbanan Ana lebih dari empat juta rupiah tapi Anda dijanjikan oleh GQ mendapatkan 1 tracking center owner (TCO) atau hak bisnis. TCO ini semacam nomor identitas bahwa si Fulan adalah pelanggan resmi GQ dan berhak menjalankan referral programme (hak bisnis) yang akan mendatangkan potensi penghasilan maksimum berupa bonus penjualan sebesar USD 2400/hari = Rp 21.600.000/hari.
Enak sekali bukan? ‘Hanya’ dengan membeli satu koin emas, meski kehilangan uang sekitar Rp 4,7 juta satu kali, Anda akan dapat ganti bonus Rp 21,6 juta/hari.
Caranya, setelah membeli koin tersebut Anda harus mereferensikan minimal 2 orang lain untuk bergabung dengan bisnis GQ. Jika dua orang ini membeli masing-masing satu koin maka keduanya akan menjadi downline Anda, yang dalam sistem matriks harus diletakkan di sisi kanan dan sisi kiri. (Lihat bagan). Untuk satu orang downline baru Anda mendapat komisi sebesar US $ 40. Jadi secara teoritis Anda sudah berhak mendapatkan US $ 80.
Namun jangan keburu senang, karena GQ hanya akan membayar bonus Anda jika jumlah downline di sisi kiri maupun kanan berjumlah minimal 5 TCO. Jika itu terpenuhi, Anda berhak mendapat bayaran bonus US $ 400 (masing-masing sisi US $ 200) dari GQ.
Laporan kemajuan itu cukup dipantau melalui situs mereka di internet (www.estore.goldquest.com). GQ juga akan mengirimkan rekapitulasi bonusnya kepada Anda via pos. Selanjutnya Anda tinggal ongkang-ongkang kaki menanti kiriman bonus dari GQ. Inilah yang mereka sebut sebagai passive income, alias penghasilan buat orang malas. “Dengan cara demikian, saat Anda tidur pun uang tetap mengalir masuk,” janji GQ dalam situsnya.
Titik Jenuh
Menurut Hamim Thohari, Sekretaris Dewan Syariah Hidayatullah, meski tak mau disebut sebagai bisnis MLM, namun ada dua hal prinsip yang menyamakan praktek GQ dengan MLM, yakni GQ dijalankan dengan sistem jaringan (network) dan berantai. Lantaran sifatnya yang demikian, makin ke bawah jumlahnya semakin besar.
Jika Anda memiliki dua orang downline. Kemudian masing-masing juga memiliki dua orang downline, terus begitu hingga misalnya empat tingkat ke bawah. Maka pada tingkat keempat, sudah tergarap 19 orang downline. Kemudian jumlah orang yang terlibat dari mulai Anda hingga tingkat terakhir itu sudah 31 orang. (Lihat bagan percabangan anggota MLM).
Jika ranting anggota itu diteruskan, maka pada akhirnya akan tercapai titik jenuh, hingga tidak ada lagi orang bisa direkrut sebagai anggota. Pada tingkat terakhir itu, tentu saja jumlah downline yang terlibat amat sangat banyak. Dan karena posisinya itu mereka tidak akan pernah mendapat bonus apapun. Sebuah kezhaliman sudah terjadi di sini. Kezhaliman yang menerpa masyarakat secara massal.
Yang lebih penting, begitu, perekrutan anggota mencapai titik jenuh, berarti tidak ada penjualan emas lagi melalui jaringan itu. Maka dengan apa perusahaan seperti GQ akan dapat membayar bonus para anggota jaringannya itu? Di sinilah bayang-bayang kebangkrutan bisa menerpa GQ sebagaimana pernah terjadi pada PT QSAR dan lain-lain.
Apakah GQ akan bangkrut seperti PT QSAR? Belum bisa dipastikan. Namun menurut hitung-hitungan yang dilakukan Direktur Karim Business Consulting, Adiwarman Azwar Karim MBA, bisnis model GQ merupakan bisnis yang tidak sehat dan tidak akan berumur panjang.
Alasannya, source of fund (pemasukan uang) untuk upline hanya berasal dari downline. Kalau modal untuk money game ini kecil (Rp 50 juta – Rp 100 juta), umurnya paling banter cuma 4 bulan. “Saya sudah melakukan simulasi, cukup dengan perhitungan matematika sederhana bisa saya buktikan,” kata Adiwarman yakin.
Sekarang ini GQ masih bisa bertahan cukup lama karena ditopang modal yang cukup besar, hingga puluhan juga dolar. “Tapi ya paling-paling hanya bisa bertahan 4 tahun,” ramal mantan Wakil Direktur Bank Muamalat Indonesia itu. Agar tidak cepat bangkrut, money game akan melakukan pemotongan alur network (jaringan). Pertama dengan pemotongan vertikal, yakni memotong alur jaringan menjadi beberapa bagian. “Sehingga kalau nanti ada masalah, maka hanya bagian tertentu yang kena,” tambahnya. Langkah kedua, memotong secara horisontal, yakni meniadakan beberapa kaki, misalnya dari 5 menjadi 2 kaki, seperti dilakukan perusahaan My7Diamonds.
Kalau begitu, para peserta bisnis GQ dan sejenisnya nampaknya perlu bersiap-siap mengantisipasinya. Agar tak menyesal seperti saudara-sauara kita yang jadi pecundang PT QSAR. Agar tak seperti keledai yang jatuh terperosok pada lubang yang sama.
Bukankah Rasulullah telah lama bersabda, “Seorang Mukmin tidak akan terperosok dalam satu lubang sebanyak dua kali.” (H.R Bukhari dan Muslim). (Pambudi/Agung/SHW)
__________________________________ Do you Yahoo!? The New Yahoo! Search - Faster. Easier. Bingo. http://search.yahoo.com

Tidak ada komentar: